Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Sifat dan Macam-macam Asuransi

Sifat-sifat Asuransi

1.Sifat Asuransi sebagai gejala ekonomi
Seorang manusia dalam suatu masyarakat, sering menderita kerugian karena akibat dari suatu peristiwa, yang tidak terduga dari semula, misalnya rumahnya terbakar, barang-barangnya dicuri, tabrakan, atau mendapat kecelakaan dalam perjalanan di darat, di laut, dan di udara.

Kalau kerugian itu hanya kecil, sehingga dapat ditutup dengan uang simpanan, maka kerugian itu tidak begitu terasa.Lain halnya, apabila uang simpanan tidak mencukupi untuk kerugian itu, maka orang tersebut akan benar-benar menderita.

Risiko akan menderita macam-macam itulah yang menimbulkan pikiran untuk memperkecil risiko itu dengan jalan asuransi, yaitu memperoleh jaminan dari pihak lain, bahwa kerugian itu akan ditutup, dengan si terjamin memberikan uang kepada pihak penjamin atau yang menanggung. Uang tersebut akan tetap menjadi milik pihak yang menanggung, apabila kemudian ternyata peristiwa yang dimaksud itu tidak terjadi atau dengan kata lain membayar premi.

2.Sifat Asuransi sebagai gejala hukum

Dapat dikatakan, bahwa asuransi atau pertanggungan selaku gejala hukum di Indonesia baik dalam pengertian maupun dalam bentuknya yang terlihat pada waktu sekarang ini, adalah berasal dari Hukum Barat.

Penguasa Negeri Belandalah yang mengimpor asuransi selaku bentuk hukum (rechtsfiguur) di Indonesia dengan cara menjadikan Undang-Undang yaitu Burgelijk Wetboek dan Wetboek van Koophandel (Undang-Undang Hukum Perniagaan) yang diumumkan pada tanggal 30 April 1847.

a. Sifat Persetujuan
Semua asuransi berupa persetujuan tertentu, (byzonder overeenkomst) yaitu suatu pemufakatan antara dua pihak atau lebih dengan maksud akan mencapai suatu tujuan.

b. Sifat timbal balik
Persetujuan asuransi merupakan suatu persetujuan timbal balik (wederkerige overeenkomst) yang berarti bahwa masing-masing pihak berjanji akan melakukan sesuatu bagi pihak lain. Pihak terjamin berjanji akan membayar uang premi, dan pihak penjamin berjanji akan membayar sejumlah uang (uang asuransi) kepada pihak terjamin apabila suatu peristiwa tertentu terjadi.


Macam-macam Asuransi

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bahwa pada dasarnya pembagian asuransi itu dapat digolongkan menjadi dua, yaitu asuransi Ta’awun (tolong menolong) dan asuransi bi qist Tsabit (dengan pembagian tetap) silahkan baca disini. Namun, apabila dilihat dari segi objeknya Musthafa al-Bugha memperinci lagi bentuk-bentuk asuransi tersebut menjadi dua golongan, yaitu sebagai berikut :

1. Asuransi kerugian ; yaitu asuransi yang akan diterima oleh peserta ketika ia menerima suatu kerugian yang disebabkan oleh peristiwa tertentu. Misalnya :

a. Asuransi kerugian harta yang disebabkan oleh kebakaran, kebanjiran, kecurian, dan sejenisnya

b. Asuransi yang menjamin kerugian yang timbul akibat tanggung jawabnya, seperti menabrak orang atau pekerja/pegawainya mendapat kecelakaan kerja.

2. Asuransi Jiwa yaitu peserta mendapat sejumlah uang jika ia mendapat suatu kerugian, baik ia masih hidup maupun meninggal. Dalam asuransi ini digolongkan lagi menjadi dua, yakni :

a. Asuransi yang berkaitan dengan kehidupan peserta; terdiri dari tiga bentuk, antara lain :

1. Asuransi kematian berupa transaksi yang mewajibkan peserta membayarkan uang secara periodik kepada perusahaan asuransi dan pihak perusahaan wajib memberikan sejumlah uang ketika peserta meninggal.

2. Asuransi dalam jangka waktu tertentu, berupa transaksi yang mewajibkan peserta membayarkan sejumlah uang secara periodik kepada perusahaan asuransi dan pihak perusahaan wajib membayar sejumlah uang kepada peserta jika tenggang waktunya telah datang dan peserta masih hidup. Bila peserta meninggal sebelum tenggang waktu maka peserta tidak mendapat uang ganti rugi.

3. Asuransi yang sifatnya peserta menerima sejumlah uang dari pihak perusahaan asuransi pada waktu-waktu tertentu jika ia masih hidup, atau diberikan kepada orang yang ditunjuk peserta atau ahli warisnya jika ia meninggal. Dalam asuransi yang terakhir ini, uang yang dibayarkan peserta secara periodik lebih besar dibanding dengan bentuk asuransi sebelumnya.

b. Asuransi kecelakaan apabila peserta menderita kecelakaan badan atau cacat tubuh.

Dua macam pembagian asuransi di atas para ulama berbeda pendapat mengenai asuransi model yang kedua, yaitu al-Ta’min biqist tsabit (asuransi dengan pembagian tetap). Sedangkan bentuk yang pertama sepakat atas kebolehannya.

Menurut Ibnu Abidin (ahli fiqih dari madzhab Hanafi) tidak halal bagi pedagang mengambil uang ganti rugi atas barang-barangnya yang telah musnah karena akad seperi itu, mewajibkan sesuatu yang tidak diwajibkan. Padahal menurut ketentuan dalam bermuamalah, apabila ada satu pihak menderita kerugian yang tidak disebabkan kesengajaan atau kelalaian pihak lain yang berakad, maka pihak kedua itu tidak boleh dikenakan tanggung jawab untuk mengganti kerugian. Oleh karena itu transaksi seperi itu mengandung gharar (penipuan) yang dilarang syara’ (hukum Islam)

Wahbah al-Zuhayli berpendapat, asuransi jiwa itu termasuk akad gharar yang dilarang Rasulullah saw. Akan tetapi Muhammad Abduh mengatakan bahwa asuransi jiwa itu termasuk akad mudlarabah, karena bersifat tolong menolong. Oleh karena itu, ia membolehkan akad asuransi jiwa dalam fatwanya. Bahkan beliau termasuk orang pertama memfatwakan asuransi jiwa.

Sementara Syekh Muhammad Bahis al-Mufti, seorang mufti Mesir. Berpendapat bahwa menurut hukum Islam jaminan atas harta benda ada kalanya dengan cara kafalah (tanggungan) atau ta’addy / itlaf (perbuatan sewenang-wenang dari orang lain). Dalam masalah asuransi, jaminan dengan cara kafalah adalah tidak cocok karena dalam akad kafalah ada utang yang harus dibayar dan benda yang dijadikan jaminan yang sepenuhnya diserahkan kepada penjamin. Jika benda itu musnah maka pihak penjamin wajib menggantinya dengan barang yang sejenis atau dengan nilai yang sama. Nilai kewajiban mengganti inilah yang tidak selaras dengan hukum Islam, sebab hal demikian termasuk sesuatu yang tidak mungkin.

KH. Ali Yafie menanggapi masalah asuransi yang masih diperselisihkan sampai saat ini, beliau mengatakan bahwa asuransi itu diciptakan di dunia Barat dan diatur oleh hukum Barat, sehingga mempunyai watak, bentuk, sifat, dan tujuan berbeda dari wujud muamalah yang dikenal dalam fiqih dunia Islam.

Adapun bentuk/macam asuransi yang berkembang di Indonesia saat ini antara lain ;

1. Asuransi Beasiswa yakni asuransi yang mempunyai dasar dwiguna. Pertama, jangka pertanggungan dapat 5-20 tahun, disesuaikan dengan usia dan rencana sekolah anak. Kedua, jika ayah (tertanggung) meninggal dunia sebelum habis kontrak, pertanggungan menjadi bebas premi sampai habis kontrak. Tetapi jika anak yang ditunjuk meningggal maka alternatifnya adalah mengganti dengan anak yang lain, mengubah kontrak pada bentuk lainnya, menerima uangnya secara tunai, bila polisnya telah berjalan selama tiga tahun lebih atau membatalkan perjanjian (sebelum tiga tahun belum ada harga tunai). Dan pembayaran beasiswa baru dimulai bila kontrak sudah habis.

2. Asuransi Dwiguna, yaitu asuransi yang mempunyai dua guna, antara lain ;

a. Perlindungan bagi keluarga, bilamana tertanggung meninggal dunia dalam jangka waktu pertanggungan.

b. Tabungan bagi tertanggung, bilamana tertanggung tetap hidup pada akhir jangka pertanggungan. Asuransi ini dapat diambil dalam jangka 10-15-20-30 tahun.

c. Asuransi Jiwa yaitu asuransi yang bertujuan menanggung orang terhadap kerugian finansial yang tidak terduga yang disebabkan seseorang meninggal terlalu cepat atau hidupnya terlalu lama. Jadi ada dua hal yang menjadi tujuan asuransi jiwa ini, yaitu menjamin biaya hidup anak atau keluarga yang ditinggalkan, bila pemegang polis meninggal dunia atau untuk memenuhi keperluan hidupnya dan keluarganya, bila ditakdirkan usianya lanjut sesudah masa kontrak berakhir.

d. Asuransi Kebakaran, yaitu asuransi yang bertujuan untuk mengganti kerugian yang disebabkan oleh kebakaran. Dalam hal ini pihak perusahaan asuransi menjamin risiko yang terjadi karena kebakaran.

3. Asuransi Jiwa yaitu asuransi yang bertujuan menanggung orang terhadap kerugian finansial yang tidak terduga yang disebabkan seseorang meninggal terlalu cepat atau hidupnya terlalu lama. Jadi ada dua hal yang menjadi tujuan asuransi jiwa ini, yaitu menjamin biaya hidup anak atau keluarga yang ditinggalkan, bila pemegang polis meninggal dunia atau untuk memenuhi keperluan hidupnya dan keluaarganya, bila ditakdirkan usianya lanjut sesudah masa kontrak berakhir.

4. Asuransi Kebakaran, yaitu asuransi yang bertujuan untuk mengganti kerugian yang disebabkan oleh kebakaran. Dalam hal ini pihak perusahaan asuransi menjamin risiko yang terjadi karena kebakaran.

Mengingat masalah asuransi sudah memasyarakat di Indonesia dan diperkirakan umat Islam juga banyak terlibat di dalamnnya maka kiranya perlu dilihat dari sudut pandang Islam, agar tidak menimbulkan keragu-raguan dan kebingungan bila ingin terlibat. Sebab dalam persoalan ini dikalangan umat Islam masih beranggapan asuransi itu tidak Islami. Mereka berpendapat bahwa orang yang melakukan asuransi sama dengan orang yang mengingkari rahmat Allah. Padahal Allahlah yang menentukan segala-galanya juga termasuk yang memberikan rezeki kepada makhluk-Nya. Sebagaimana firman Allah secara tegas menyatakan ;

“ Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya “ (QS. Hud ;6)

Demikianlah sekilad informasi tentang sifat dan macam-macam asuransi. Lalu bagaimana pandangan para ulama tentang Asuransi???....sahabat bisa lanjutkan baca postingan selanjutnya...(Nantikan ya!!!. he..he..he..)

Blog yang berisikan segala macam informasi seperti bisnis, investasi, kesehatan, musik, politik, olahraga, dsb. ARTIKEL SELANJUTNYA..... SILAHKAN BERKOMENTAR DITEMPAT YANG DISEDIAKAN, DAN JANGAN SPAM KAWANKU HEHEHE
Mau Berlangganan artikel dan tips bagus dari website ini?? Silahkan daftarkan email anda dibawah ini..

Enter your email address:

Delivered by Pay-pal-indonesia